(Detik-detik
Kepergiannya)
#Refleksi
Malam Terakhir
Di saat ramadhan kian pergi
Aku masih mengusung diri melihat
sekeliling
Mencari arti hidup sebagai hamba
Ilahi
Adakah aku akan temui ia kembali?
Sungguh aku merindui
Andaikan ini ramdahan terakhirku,
Pasti aku merasa kecewa
Karena aku hamba yang berdosa…
Malam ini ramadhan menyapa, jika
kemarin ia datang bersama semangat keceriaan, kini ia datang kembali dengan
pesan perpisahan, mengharapkan keistiqomahan, kesabaran, kekuatan dalam
senggang menanti kehadirannya kembali (jika mampu bertemu kembali).
Ramadhan akan hilang, bersama
beberapa bagian dalam hidup yang telah usang. Seseorang berkata padaku, bahwa
sesuatu yang terus terulang, pada saatnya akan henti. Mungkin kalimat ini juga
berlaku pada hati ini. Bahwa seluruh kepedihan di masa lampau, pada saatnya
akan terhenti juga dengan cara yang tepat. Mungkin manusia telah lelah, tapi
Allah tak pernah lelah menantinya. Kami kembali kehilangan sesuatu di
penghujung ramadhan ini, dan kami berusaha meneguhkan hati.
“Apa yang engkau bawa untuk bekal
melepas ramadhan ini?” Tanyanya. Aku tak tau, tapi ramadhan ini membuatku
kembali belajar keras. Seperti kebijaksanaan yang berkata bahwa kebodohan dan
kebencian adalah saudara kembar yang sulit dipisahkan, karena semakin bodoh
manusia akan semakin mudah membenci karena minim pengetahuan dan sempitnya pola
pikir. Ya benar, itu lah kebodohan. Kebencian muncul pada sesuatu yang ia tak
memiliki pengetahuan atasnya, atau kebencian merupakan anak dari keangkuhan dan
kesombongan karena tak mampu melihat diri sendiri dan orang lain dengan lebih
luas. Maka belajar lah aku, belajarlah untuk tidak lagi membenci. Merangkul hati
sendiri tak semudah merangkul hati orang lain, atau sebaliknya. Ntahlah, tapi
merangkul hati kita menjadi sangat penting, agar ia mau mawas diri sehingga tak
mudah terkotori dengan riya’, hasad, dendam, benci, iri, dengki, dan segala
macam saudaranya.
Kepada diri ini aku berkata, apa
yang engkau peroleh dari ramadhan kali ini? Apakah sekedar mengkahatamkan Al
Qur’an dengan lisanmu, namun bahkan lisanmu ini tak jemu-jemu melakukan
kemaksiatan, melukai perasaan-perasaan yang lain seolah hanya dirimu yang
memiliki perasaan. Tahanlah wahai diriku, tahanlah.
Ustad Salim pernah menuliskan,
Apakah Ikhlas itu menjadikan ‘amal terasa ringan?’. Jawabnya tidak, dan tidak
selalu. Maka Allah berpesan melalui KalamNya,
“Berangkatlah
dalam keadaan ringan ataupun berta, dan berjuanglah dengan harta dan dirimu di
jalan Allah.” (QS. At-Taubah: 41)
Maka
jangan berharap perjuangan yang ringan. Setiap perjuangan memang terasa berat,
bermula dengan sesuatu yang berat, dijalani dengan kepayahan, dan berakhir
dengan kualitas yang berat pula. Maka bawalah ia, bawalah kualitas ramadhan
terberatmu.
Jika engkau mampu meninggalkan
amarah, maka bawalah kualitas ramadhanmu. Jika engkau mampu menjaga Al Qur’an,
maka bawalah kualitas ramadhanmu. Jika engkau mampu menahan lisanmu, maka
bawalah kualitas ramadhanmu. Jika engkau mampu menanam cinta sejati, maka
bawalah kualitas ramadhanmu. Bawalah kualitas ramadhanmu dengan bersungkur di
hadapanNya.
Kita benar-benar berpisah. Berpisah dengan
malam terakhirnya. Jangan lah lagi kita banyak bicara, jangan lagi membicarakan
amalan-amalan kita, jangan lagi membicarakan kepayahan perjuangan kita, jangan hanguskan
di malam terakhirnya. Seperti yang tertulis pada tulisan pertama, bahwa bulan
ini akan menjadi refleksi kita satu tahun ke depan. Adakah yang berubah dari
kita? Adakah yang telah kita perbaiki?
Allah melepas ramadhan dengan
ketenangan dan kebahagiaan dalam hati kita, maka bersyukurlah. Karena kebahagiaan
ini tidak mengamini bahwa tak ada lagi masalah yang harus kita selesaikan di
depan sana. Selalu ada ujian bagi kita setelah menyelesaikan ujian sebelumnya. Bersyukurlah
karena kita akan dihadapkan pada ujian yang baru, setidaknya menjadi angin segar
bagi kita, dan tetap berpegang teguh pada Kasih sayang Allah. Tak sampai sini
perjalanan kita tanpa kasih sayangNya, tak seindah ini kisah kita tanpa cahaya
dariNya. Biar lah kita bereuforia dengan cintaNya, untuk sedikit mengobati luka
perpisahan dengan ramadhan. Untuk mengambil kembali ruh dan semangat berjuang
dari kasih sayang Allah. Karena pada siapakah kita meminta energy selain
kepadaNya?
29
Ramadhan 1438H/ 23 Juni 2017
Princess
el-Fa